Adat Desa Sade Lombok NTB Yang Terkenal Karena Tradisi Kawin Lari
Lombok.NTB,Taroainfo.Com - Desa Sade yang berlokasi dirembitan, Kecamatan Puju, Lombok Tengah merupakan salah destinasi populer dipulau Lombok.
Nama Sade memiliki arti sadar. Sade sendiri merupakan perkampungan Suku Sasak, salah satu suku asli penduduk Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dengan luas sekitar 3 hektar, Desa Sade dihuni 150 rumah dengan jumlah penduduk sebanyak 700 orang yang masih satu garis keturunan.
"Disini masih kawin antar sepupu. Tujuannya untuk semakin mempererat persaudaraan. Boleh dari luar kalau memang saling suka. Tapi mayoritas masih antar sepupu,"ujar Amak Vano, seorang pemandu Desa Sade, saat kunjungan Suara.com bersama Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf), baru-baru ini.
Tradisi Kawin Lari dan Kawin Culik
Meski masih melakukan perkawinan antar sepupu, namun proses meminang gadis di desa ini rupanya tidak mudah dan cenderung kontroversial.
Pasangan yang hendak melakukan pernikahan harus melakukan kawin lari. Pasalnya, dalam adat setempat, melamar adalah pelanggaran adat karena dianggap tidak sopan.
"Jadi dibawa lari dulu atas dasar suka sama suka. Baru kembali ke rumah dan memberitahu pihaknorangtua,"kata Amak Vano.
Sementara kawin culik antar sepupu, sambung Amak Vano, semacam perjodohan meski harus menggunakan drama ‘penculikan’.
Penculikan, pada praktiknya, pihak laki-laki akan membawa pihak perempuan di malam hari dan tidak boleh ketahuan oleh pihak keluarga selama 24 jam.
"Bila ketahuan ada denda adat. Kalau berhasil, ada pemberitahauan dari pihak laki-laki sebagai pemberitahuan bila anak perempuannya bukan hilang tapi mau diajak menikah,"terangnya.
Akan tetapi, anak perempuan didesa Sade juga tidak bisa langsung menikah meski sudah dewasa. Adat setempat mewajibkan anak perempuan wajib bisa menenun baru diperbolehkan menikah.
Mengepel Lantai Dengan Kotoran Sapi
Selain tradisi culik-menculik, Suku Sasak juga masih menjaga tradisi leluhur yakni mengepel lantai dengan menggunakan kotoran sapi yang masih hangat.
Mereka memercayai, kotoran sapi berfungsi sebagai perekat seperti pengganti semen. Kotoran sapi akan dicampur dengan air agar volumenya lebih banyak dan menjadi lebih licin.
"Dulu tidak ada semen jadi orangtua kami inisiatif pakai kotoran sapi. Ini dilakukan seminggu sekali. Kenapa yang masih hangat agar tidak terlalu bau. Itu dipel menggunakan tangan langsung,"cerita Amak Vano.
Memenuhi Kebutuhan Pangan
Untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, penduduk desa yang sudah memeluk agama Islam ini rupanya tidak membeli dari luar. Sebagian besar masyarakatnya memilih untuk bertani dan menenun.
Mayoritas laki-laki bertani dan perempuan membuat kerajinan tangan sebagai cinderamata. Sedangkan perempuan berumur lanjut kebanyakan melakukan kegiatan memintal benang.
"Panen kami disini sekali dalam setahun. Tidak ada irigasi hanya mengandalkan hujan dan tidak di jual keluar. Untuk tambahan membuat tenun,"ungkap Amak Vano.
Sebagai informasi, penduduk Suku Sasak menjual kerajinan tangan berupa gelang dengan harga Rp 10 ribu. Untuk kain tenun sendiri harganya sangat bervariasi dan dijual dengan harga mulai dari Rp 100 ribu. Untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Desa Sade saat berkunjung ke Pulau Lombok, tidak perlu ragu.
Desa yang masih memegang teguh adat istiadatnya ini cukup dekat dari Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid. Jarak tempuhnya hanya 20 menit dari Bandara. Untuk masuk ke desa wisata ini, pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.
Sumber : mitrabhayangkara.com.
Editor : Redaktur, (MR-02).