MATARAM, TAROAINFO.com -Anggota DPR RI dari Dapil NTB-2/P. Lombok, H. Bambang Kristiono, SE (HBK) mengingatkan para pemangku kepentingan di NTB untuk mulai mengintegrasikan Food Estate sektor pertanian dengan sektor peternakan. Integrasi tersebut akan memberikan nilai tambah yang besar bagi peningkatan kesejahteraan para petani dan peternak.
“Sedari awal, konsep dasar Food Estate itu adalah pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi. Karena itu, Food Estate yang dikembangkan harus mampu mengintegrasikan pertanian dengan sektor pendukung lainnya seperti peternakan, perikanan,” kata HBK, Rabu (8 Februari 2023).
Politisi Partai Gerindra ini selama ini memang dikenal sebagai tokoh NTB yang sangat concern memperhatikan pembangunan sektor pertanian, perikanan, dan peternakan di Bumi Gora. Itu sebabnya, HBK terus membuat terobosan setelah dilantik menjadi anggota DPR RI dari Dapil P. Lombok untuk membantu para petani, nelayan, dan peternak di Pulau Seribu Masjid.
HBK secara intens mengirimkan paket bantuan untuk para peternak di lima Kabupaten/Kota di P. Lombok. HBK juga menginisiasi pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Peternakan dengan membantu menyiapkan bibit ternak sebagai modal awal untuk dipelihara dan dikembangkan KUBE tersebut.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI ini mengungkapkan, NTB memiliki modal yang sangat besar untuk mengembangkan Food Estate sektor peternakan. NTB saat ini tercatat sebagai salah satu provinsi yang merupakan gudang ternak di Indonesia.
Data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB mencatat, populasi ternak sapi di NTB mencapai 1.320.551 ekor. Di P. Lombok, populasi ternak sapi terbanyak ada di Kab. Lombok Timur dengan 183.656 ekor. Sementara di P. Sumbawa, populasi terbanyak ada di Kab. Sumbawa dengan 276.031 ekor.
Selain sapi, populasi ternak kerbau di NTB juga mencapai 41.715 ekor. Domba tercatat 22.161 ekor. Dan Kambing tercatat 711.450 ekor dengan populasi terbanyak di seluruh NTB ada di Kab. Lombok Timur yaitu dengan populasi 114.324 ekor.
Untuk ternak unggas, potensi yang dimiliki NTB juga tak kalah melimpah. Populasi ayam buras mencapai 9.210.252 ekor. Ayam pedaging 13.499.453 ekor. Sementara itik mencapai 778.858 ekor.
Populasi yang melimpah ini, kata HBK, telah menjadikan NTB mampu memenuhi kebutuhan daging untuk kebutuhan dalam daerah. Tidak seperti daerah lain yang masih harus bergantung pada pasokan daging impor dalam bentuk daging beku. Selain itu juga, berkontribsi terhadap pemenuhan kebutuhan daging secara nasional. Dan tak hanya daging, NTB juga menjadi salah satu pemasok pedet, yakni bibit sapi lokal yang telah diakui memiliki kualitas terbaik.
Namun begitu, HBK menegaskan, NTB tak boleh berpuas diri. Para petani dan peternak di NTB berhak mendapatkan hasil yang lebih baik dari apa yang didapat saat ini. Karena itu, untuk memberikan nilai tambah yang besar untuk kesejahteraan para petani dan peternak, Food Estate sektor peternakan menjadi cara terbaik.
“Jangan lupa, NTB juga memiliki modal lain yang tak kalah pentingnya untuk mewujudkan Food Estate sektor peternakan ini. Seluruh masyarakat NTB sesungguhnya memiliki kultur beternak yang sangat kuat,” imbuh HBK.
HBK mencontohkan, bagaimana para petani di NTB selain menggarap lahan pertanian, mereka juga memiliki dan memelihara ternak di rumahnya. Memelihara ternak adalah cara para petani di NTB menabung. Saat mereka memiliki kebutuhan mendesak, mereka akan menjual ternak mereka untuk memenuhi kebutuhan mendesak tersebut.
Tokoh kharismatik NTB ini lalu mencontohkan tentang nilai tambah besar yang dimaksudkannya. Dia mengungkapkan, dengan potensi ternak sapi yang dimiliki saat ini, NTB mampu menjadi pemasok kebutuhan daging nasional hingga 4,6 persen per tahun. Namun, dengan keberadaan Food Estate sektor peternakan, studi menyebutkan, NTB akan mampu menjadi pemasok kebutuhan daging nasional hingga 20 persen per tahun. Yang berarti, hal tersebut akan mampu menghasilkan kenaikan pendapatan bagi para peternak sapi di NTB hingga empat kali lipat dari apa yang didapat saat ini.
Di sisi lain, NTB juga memiliki potensi pakan yang cukup besar. Baik untuk hijauan makanan ternak ataupun sumber-sumber pakan lainnya. Pun untuk pakan unggas. NTB adalah salah satu provinsi penghasil jagung yang besar di Indonesia. Jagung produksi Bumi Gora bahkan sampai diekspor ke Jepang dan Filipina.
HBK pun mengapresiasi jika kini, Pemprov NTB sudah memulai menginisiasi Food Estate berbasis peternakan di Kecamatan Labangka, Kab. Sumbawa. Pemprov di sana menyiapkan lahan hingga seluas 10 ribu hektare untuk pengembangan Food Estate berbasis peternakan ini. Kelak, kawasan itu ditargetkan akan menjadi kawasan mandiri pangan yang terintegrasi.
“Tentu tak cukup hanya di Labangka. Pemerintah daerah juga harus menginisiasi hal serupa secara merata di P. Lombok dan P. Sumbawa,” kata HBK menekankan.
Dikatakannya, Food Estate tidak hanya bisa dibuat dalam skala besar. Namun, bisa pula dibuat dalam skala yang lebih kecil di desa-desa. Sebab, kata HBK, perwujudan swasembada pangan tidak perlu lagi membangun satu lahan luas. Karena, dimana ada permukiman, sawah, ternak, orang (petani dan peternak), maka di situ Food Estate bisa terlaksana.
Nantinya, jika hal tersebut sudah mewujud di NTB, maka dengan sendirinya, Bumi Gora akan menjadi daerah yang memiliki ekosistem Food Estate yang tangguh. Food Estate skala kecil di desa-desa, akan menjadi semacam rantai pasok yang berkelanjutan untuk Food Estate sektor peternakan yang berskala besar. Sementara pada saat yang sama, lapangan kerja pun akan banyak tersedia.
“Inilah swasembada pangan yang sesungguhnya, mengembangkan keunggulan kompetitif daerah yang dimiliki untuk mengembangkan diri," pungkas HBK.
*RED*