Foto: Dok/Taroainfo.com. |
MATARAM, TAROAINFO. COM- NTB Watch gelar diskusi publik bahas penjabat (Pj) Gubernur NTB. Diskusi yang dikemas dengan ngobrol santai menghadirkan Politisi, Aktivis Senior dan Pengamat Politik. Jumat, 21 Juli 2023.
Presiden NTB Watch, Aziz Muslim menjelaskan, diskusi publik ini dalam rangka mendengarkan aspirasi masyarakat NTB tentang Siapa Pj Gubernur NTB.
Walaupun PJ Gubernur hak prerogratif pemerintah pusat atau presiden, kata Aziz, yang terpenting Pj Gubernur dapat diisi oleh sosok yang mengerti situasi politik di NTB dan dapat menjaga situasi ketertiban masyarakat.
"Penting pemerintah pusat itu melihat situasi di daerah ini, jangan hanya menunjuk kemauannya mereka secara politis, tapi tidak mampu melakukan stabilitas, lalu bagaimana mana nasip kita selama 1 tahun lebih nanti kalau PJ Gubernur asal-asalan?,"Tegas Aziz Muslim.
Jadi, kata Aziz, pemerintah pusat harus memperhatikan usulan-usulan masyarakat NTB yang di usulkan melalui rekomendasi ke DPRD NTB.
"karena banyak yang pakai rekomendasi,"katanya.
"Jadi pemerintah pusat harus Tabayyun menunjuk atau atau memilih siapa jadi pj gubernur NTB,"tegas mantan Ketua PKC PMII Bali Nusra ini.
Lalu, Siapa Pj Gubernur NTB? Ini Paparan Pengamat, Aktivis, dan Politisi dalam diskusi publik yang disajikan oleh NTB Watch.
Pengamat politik, Dr Agus menjelaskan situasi politik di NTB masih berpotensi dilanda oleh beberapa persoalan seperti Politik uang, Isu sara, berita hoax, dan ujaran kebencian.
"itu masih berpotensi melanda pemilu kita di 2024,"katanya dalam diskusi.
Walaupun indeks kerawanan pemilu di NTB tidak seperti pada pemilu 2019, dimana NTB termasuk daerah nomer dua kerawanannya secara nasional dengan indeks 72.
"Sekarang indeksnya 11,09 artinya tidak rawan-rawan amat,"sambungnya.
Tetapi ingat, tegas Agus, meskipun tidak rawan, jika salah memilih atau menunjuk penjabat Gubernur, maka bisa jadi yang 11,09 ini berubah menjadi 72 atau bahkan lebih dari itu.
Oleh karena itu, dalam menentukan siapa Penjabat Gubernur NTB, Agus memaparkan tiga pendekatan yang digunakan. Pertama, menggunakan pendekatan penelusuran terhadap regulasi yang ada, regulasi yang terkait dengan penunjukan atau pengisian pejabat gubernur, kedua menggunakan pendekatan diskusi publik dan menggunakan pendekatan studi kasus.
"Selama ini di ruang publik, yang beredar regulasi yang terkait dengan penunjukan penjabat Gubernur hanya peraturan Mendagri nomor 4 tahun 2023, tidak salah, tapi nilainya kalau saya sebagai dosen, nilainya 40,"jelasnya.
Karena sebetulnya, jelasnya, regulasi yang terkait dengan penunjukan penjabat gubernur tidak hanya Permendagri nomor 4 tahun 2023, tapi juga dia harus dikaitkan dengan peraturan Badan kepegawaian Negara (BKN) nomor 5 tahun 2021.
"Khusus terkait dengan apakah Rektor itu bisa menjadi penjabat Gubernur, di Kementrian Agama, Ada peraturan Menteri Agama nomor 5 tahun 2007,"paparnya.
Pertama, paparnya, pejabat Gubernur itu adalah pejabat administrasi, Publik bukan pejabat politik, clear di situ, karena dia pejabat administrasi Publik maka syarat menjadi pejabat Gubernur menurut Permendagri 4 2023 adalah harus Aparatur Sipil Negara yang memenuhi syarat.
"Apa syaratnya, dia sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi Madya, dia harus menduduki jabatan pimpinan tinggi madya,"lanjutnya menjelaskan.
"Saya temukan di peraturan BKN nomor 5 tahun 2021, pejabat pimpinan tinggi bagian antara lain adalah sekretaris menteri, Deputi dan seterusnya dan seterusnya ada 10 bagian nomor 11-nya adalah jabatan yang setara dengannya, artinya setara dengan Deputi, setara dengan sekretaris kementerian dan seterusnya,"jelasnya.
Pertanyaannya, lanjut Dosen Ilmu politik ini, apakah Rektor masuk kategori setara dengannya sebagaimana dimaksud dengan peraturan BKN nomor 5 tahun 2021.
"Saya temukan di dalam peraturan menteri agama RI Nomor 5 tahun 2007, di situ menyatakan bahwa Rektor Universitas adalah setara dengan eselon satu,"tegasnya.
Agus menegaskan, walaupun pejabat Gubernur adalah pejabat administrasi Publik, bukan jabatan politik, tetapi di dalam pengisiannya harus mempertimbangkan soal-soal yang terkait dengan kondisi sosiologis daerah.
"Maka pelaksanaannya untuk menggali isu-isu sosiologis daerah, DPRD diberikan wewenang untuk dapat mengusulkan 3 nama,"jelasnya.
Ditegaskannya, DPRD di situ hanya berkewenangan mengusulkan, tidak boleh DPRD itu memberikan penilaian.
"DPRD tidak memiliki kewenangan melakukan penilaian terhadap keabsahan calon pejabat Gubernur,"tegasnya.
Karena DPRD, paparnya, adalah representasi rakyat di daerah, maka pengambilan keputusannya adalah mempertimbangkan apa yang menjadi kehendak rakyat bukan melakukan penilaian terhadap keabsahan calon penjabat Gubernur.
"Kewenangan menilai keabsahan persyaratan pejabat gubernur sebagai pejabat ada pada pemerintah pusat,"katanya menambahkan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Fraksi PKB DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani bahwa yang memutuskan siapa calon pejabat Gubernur adalah wewenang dan hak prerogatif Presiden setelah mendapat hasil dari tim penilai akhir atau TPA.
"Jadi tugasnya DPR adalah menyampaikan, mengusulkan apa yang menjadi aspirasi dari Masyarakat, khususnya di Nusa tenggara Barat,"tegasnya.
"Bahwa DPR tugasnya hanya mengusulkan, itu saya sepakat,"lanjutnya.
Lalu Hadrian Irfani menyebut, DPRD hari ini sudah menerima 4 nama calon penjabat gubernur yang diusulkan oleh kelompok atau elemen masyarakat.
Politisi PKB ini juga menyebut, partainyalah yang pertama mengusulkan rektor UIN Mataram sebagai penjabat Gubernur.
"PKB adalah partai pertama yang mengusulkan Prof Masnun sebagai calon pejabat,"tuturnya.
Penyaji diskusi dari Aktivis Senior, Hasan Maksat setuju kalau tokoh-tokoh lokal itu didorong menjadi penjabat Gubernur.
Kenapa itu penting, katanya, dalam rentan waktu 2023-2024, berbagai kegiatan-kegiatan politik itu sangat kental.
"Kalau kemudian itu kita tidak jaga, maka kita berharap netralitas, kemandirian dari PJ Gubernur itu penting didorong. Jangan sampai kemudian proses-proses itu tidak terkontrol,"harapnya. (TI-RED).